Inpopedia, Kalimantan Barat, 24 April 2025 – Pada tanggal 22 April 2025 dunia masih menghadapi krisis iklim yang serius, dengan es kutub yang mencair secepat saldo dompet di akhir bulan, sementara manusia terus membuang plastik sambil mengeluh ketika hujan turun saat mencuci motor. Namun, di tengah kekacauan itu, ada sebuah institusi yang berdiri kokoh tidak hanya di atas prinsip akidah, tetapi juga di bawah naungan pepohonan, dengan cangkul di tangan. Ya, inilah Kementerian Agama Republik Indonesia. Lembaga yang biasanya kita ketahui berkaitan dengan pernikahan, madrasah, haji, dan sidang isbat, kini bertransformasi menjadi Pasukan Hijau Tuhan melalui Gerakan Penanaman Sejuta Pohon Matoa.
Jangan salah sangka, ini bukan sekadar kampanye menanam yang hanya berakhir dengan foto-foto dan bibit yang ditinggalkan. Ini adalah aksi nyata yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia, berlandaskan iman. Lebih dari 43. 000 lembaga di bawah Kemenag, termasuk madrasah dan Kantor Urusan Agama, serta tempat-tempat ibadah dari Sabang hingga Merauke, turut terlibat. Bahkan, guru ngaji yang biasanya berfokus pada pendidikan anak-anak kini berubah menjadi ahli botani yang penuh semangat.
Lantas, mengapa Matoa? Pertama, karena nilai ekologisnya yang tinggi. Matoa mampu bertahan di berbagai jenis tanah dan iklim, tidak membutuhkan perawatan yang intensif, dan memiliki sifat yang kuat serta menyejukkan. Kedua, buahnya yang bermanfaat secara ekonomi, kaya akan vitamin dan antioksidan yang membuatnya bisa bersaing dengan superfood dari luar negeri. Ketiga, ada makna mendalam di balik pertumbuhannya yang lambat namun pasti, membawa keteduhan seperti doa-doa para pemeluk agama yang disampaikan dengan tulus.
Keempat, yang paling menyentuh hati, adalah bahwa penanaman pohon ini merupakan bagian dari program ekoteologi, yang menggabungkan kesadaran ekologis dengan nilai-nilai religius. Bayangkan, menanam pohon bukan sekadar aksi sosial atau proyek lingkungan, tetapi menjadi bagian dari ibadah. Setiap kali kita mencangkul tanah, kita juga berzikir; ketika kita menyiram bibit, kita sambil bershalawat. Ini bukan hanya tentang bumi yang membutuhkan manusia, tetapi juga tentang manusia yang menyadari bahwa untuk masuk surga, tidak cukup hanya hafal doa, tetapi juga harus berkontribusi seperti menanam pohon.
Beberapa kantor wilayah Kemenag bahkan melaporkan pencapaian yang mengesankan: Kemenag Sumsel menanam 5. 645 pohon, dan Kemenag Batang menanam 1. 000 pohon. Di Kalimantan Barat, daerah saya, kami berhasil menanam 9. 776 pohon Matoa, ditambah dengan jenis pohon lainnya, sehingga totalnya mencapai 32. 456 batang. Salut untuk Pak Muhajirin Yanis dan tim Pasukan Hijau yang luar biasa.
Ada madrasah yang kini menjadikan Matoa sebagai simbol baru dalam pelajaran akidah dan akhlak. Beberapa santri bahkan memiliki tugas harian untuk mengaji, menyiram Matoa, serta memeriksa daun-daunnya, apakah menguning karena diserang hama atau karena kurangnya perhatian spiritual.
Tidak lupa, seluruh program ini dilaksanakan tanpa mengesampingkan nilai-nilai agama; kita tetap menjunjung tinggi kitab suci. Bahkan, tokoh-tokoh dari berbagai denominasi agama terlibat aktif dalam gerakan ini. Karena jika bumi kita rusak, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh satu umat beragama saja, melainkan semua akan merasakan hujan di musim kemarau dan panasnya malam takbiran.
Sementara banyak orang masih sibuk berdebat mengenai apakah kiamat akan datang melalui asteroid atau inflasi, Kementerian Agama telah mengambil langkah nyata dengan menanam pohon yang hasilnya bisa dinikmati oleh generasi cucu kita, dan akarnya menancap hingga ke langit harapan.
Gerakan ini tidak sekadar berbicara tentang penghijauan. Ini adalah manifestasi dari iman yang bertanggung jawab. Menyayangi bumi bukanlah tugas yang hanya diemban LSM, bukan pula proyek mahasiswa geografi atau kehutanan, tetapi merupakan bagian dari ajaran agama yang sesungguhnya. Maka hari ini, kita tidak hanya melihat cangkul, tanah, dan bibit, tetapi juga keyakinan yang tumbuh.
Salam hormat kepada Kementerian Agama. Di saat banyak yang sibuk memperdebatkan siapa yang paling benar, kalian telah memilih untuk menanam hal yang benar. Dari tanah yang digali dengan penuh cinta, akan tumbuh pohon Matoa yang bukan hanya rindang, tetapi juga berbuah pahala.
Rosadi Jamani (Ketua Satupena Kalbar)
(Editor: Hasanudin)