Inpopedia, Jakarta – Unjuk rasa yang berakhir ricuh di sejumlah daerah di Indonesia pada akhir Agustus 2025 lalu masih menyisakan masalah besar.
Sejumlah pihak yang menjadi korban menilai Presiden, DPR dan 3 penyelenggara negara lainnnya seharusnya bertanggungjawab atas jatuhnya banyak korban jiwa dan kerugian besar atas rusaknya sejumlah fasilitas publik.
Asosiasi Lawyer Muslim Indonesia (AL’MI) mewakili Anthony Lee, seorang mahasiswa korban kerusuhan resmi melayangkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus dengan.Nomor Perkara : 619/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, pada Selasa 16 September 2025.
Dalam gugatan tersebut, Tim Kuasa Hukum ALMI yakni Zainul Arifin SH, Mualim Bahar dkk, menetapkan lima pihak sebagai tergugat dan turut tergugat, yakni Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Kapolda Metro Jaya, Kepala Kepolisian RI (Kapolri), Gubernur DKI Jakarta Dan Presiden Republik Indonesia.
Zainul Arifin dkk menilai kelima pihak tersebut lalai dalam menangani aksi unjuk rasa dengan melakukan tindakan represif yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan fasilitas publik.
Dalam petitumnya, ALMI menyebut kerugian materiil mencapai Rp 1,05 triliun, mencakup kerusakan pada fasilitas umum seperti halte Transjakarta, pos polisi, pagar jalan, dan sarana transportasi. Sementara itu, kerugian immateriil ditaksir Rp 1,4 triliun, berupa hilangnya rasa aman, trauma psikologis, dan menurunnya kepercayaan publik terhadap negara.
Adapun dasar hukum yang dipakai adalah Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata, serta sejumlah pasal dalam UUD 1945, termasuk Pasal 28E, 28G, 28H, dan 28I, yang menjamin hak-hak warga negara atas rasa aman dan kebebasan berpendapat. Selain itu, gugatan juga merujuk pada UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta putusan Mahkamah Agung terkait tanggung jawab negara (state liability).
Tim kuasa hukum ALMI menyatakan bahwa gugatan ini merupakan langkah hukum untuk menegakkan prinsip negara hukum (rule of law) dan menuntut pertanggungjawaban negara atas tindakan dan kelalaian yang merugikan rakyat.
Sidang perdana dengan agenda mengecek kehadiran para pihak baik tergugat maupun tergugat di PN Jakarta Pusat pada Rabu 24 September 2025.
Namun pada sidang tersebut, tidak ada satu pihak tergugat pun yang hadir membuat Tim Kuasa Hukum ALMI kecewa.
“Jelas kami kecewa karena pihak tergugat sebagai penyelenggara negara tidak hadir,” kata Zainul Arifin di PN Jakarta Pusat, Rabu 24 September 2025.
Zainul menegaskan, sebagai penyelenggara negara seharusnya menghormati persidangan dan mengedepankan etika.
Senada dengan Zainul, Kuasa Hukum ALMI lainnya, Mualim Bahar menyoroti sikap hakim yang melarang salah satu tim media untuk meliput padahal terbuka untuk umum.
“Teman-teman wartawan dilarang meliput oleh majelis hakim padahal ini terbuka untuk umum,” kata Mualim.
Ia meminta ke depannya, Mahkamah Agung bisa mengoreksi dan memperbaiki masalah tersebut.
“Harusnya bisa diakses teman- teman media karena terbuka untuk umum,” tegasnya.
Sidang perdana ini dihadiri Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji, Hakim Anggota yakni Rios Harmanto, Eryusman dan Kesumati selalu panitera pengganti.***