Inpopedia, Probolinggo, Jawa Timur – Di tengah bayang-bayang masa lalu yang penuh stigma label pandangan negatif, secercah cahaya perubahan muncul dari sebuah sosok muda yang kini berdiri di garda depan Padepokan Dimas Kanjeng. Ia adalah Uci Rahmat, yang akrab disapa Daeng Uci, pemuda energik dan kreatif yang tak sekadar menjadi penerima tamu bagi para pengunjung dari berbagai kalangan, tetapi juga menjadi penggerak program pemberdayaan generasi muda demi masa depan Indonesia Emas 2045.
“Saya tidak mau anak-anak ini tumbuh dengan rasa malu hanya karena orang tuanya pernah distigma sesat,” ujar Daeng Uci dengan suara tenang namun tegas, saat ditemui di salah satu unit usahanya pada akhir Juni 2025.
Latar belakang anak-anak yang tinggal dan besar di Padepokan Dimas Kanjeng tidak mudah. Mereka adalah putra-putri dari para pengasuh, santri, dan simpatisan padepokan yang tak jarang mendapat label miring dari masyarakat.
Tak sedikit dari mereka mengalami perundungan (bully) di sekolah atau lingkungan sosial, hanya karena identitas keluarganya.
Daeng Uci paham betul bahwa stigma ini bisa menjadi luka psikologis yang dalam jika tidak segera direspons. Maka, bersama sekelompok pemuda lain di padepokan, ia menggagas program Future Leader Camp (FLC), sebuah program pembinaan berbasis seni kepemimpinan dan kebangsaan yang menyasar anak-anak usia sekolah. Teater, seni peran, musik, serta pelatihan baris-berbaris cinta tanah air, menjadi kegiatan rutin yang mereka jalankan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan semangat kebangsaan serta kemauan berprestasi.
“Kita ingin anak-anak ini punya rasa bangga menjadi diri mereka sendiri, dan yakin bahwa masa depan mereka bisa cerah. Visi besar Indonesia Emas 2045 harus mereka pahami sejak dini, bahkan ketika masih duduk di bangku SD dan SMP,” terang Daeng Uci.
Salah satu ide kreatif Daeng Uci yang paling menarik adalah konsep “Surat Undangan Rahasia 2030”. Sebuah program di mana anak-anak yang kini terlibat dalam kegiatan di padepokan diberikan tantangan untuk membuktikan diri mereka dalam lima tahun ke depan.
“Setiap anak kami tantang: ‘Kamu harus menjadi orang yang hebat di bidangmu. Di tahun 2030, kamu akan menerima surat rahasia dari kami. Kalau kamu berhasil, kamu akan tahu betapa berharganya perjalanan ini,’” tutur Daeng Uci sambil tersenyum.
Program ini dirancang sebagai motivasi jangka panjang agar anak-anak memiliki mimpi yang konkret dan semangat pantang menyerah dalam menapaki masa depan. Kelak, mereka akan dikumpulkan kembali untuk merayakan keberhasilan bersama dan memperkuat solidaritas sebagai generasi perubahan.
Berbeda dari asumsi banyak orang, kehidupan keagamaan di Padepokan Dimas Kanjeng berjalan normal. Salat lima waktu, dan kegiatan keagamaan lainnya tetap menjadi bagian dari rutinitas harian. Namun yang menarik, nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air juga turut ditanamkan melalui kegiatan seperti pelatihan PBB dan bela negara yang melibatkan aparat TNI dan Polri setempat.
“Kita ingin anak-anak ini tidak hanya taat kepada Tuhan, tetapi juga cinta kepada tanah air dan mampu berkontribusi secara global,” kata Uci.
Baginya, pendidikan karakter tidak bisa hanya berhenti di ranah spiritual. Harus ada keseimbangan antara agama, seni, intelektualitas, dan semangat kebangsaan agar generasi muda mampu beradaptasi dengan tantangan global.
Tak jarang, orang-orang datang ke Padepokan Dimas Kanjeng dengan prasangka. Mulai dari wartawan, ormas, hingga oknum aparat pemerintahan yang mengaku utusan bupati. Namun Daeng Uci memilih untuk tidak menolak atau menyembunyikan apapun.
“Silakan datang, lihat langsung. Jangan hanya dengar dari luar. Kami tidak menutup-nutupi. Semua bisa lihat bagaimana anak-anak berkarya, masyarakat bekerja, dan bagaimana kita berupaya bangkit,” jelasnya.
Daeng Uci bahkan memfasilitasi warga sekitar, terutama anak-anak muda, untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif dan sosial. Dengan membuka lapangan kerja kecil-kecilan di lingkungan padepokan, ia ingin menunjukkan bahwa pemuda di sini bisa berkontribusi, bukan hanya menjadi bahan gosip.
Mengutip kalimat yang menjadi semacam mantra penyemangat, Daeng Uci berkata, “Kita sudah melewati badai besar, jadi masa kita akan gentar dengan gerimis?”
Kalimat itu bukan sekadar pernyataan gagah-gagahan. Ia menggambarkan bagaimana kuatnya mental dan spiritual yang dibangun dari pengalaman pahit masa lalu. Di saat sebagian besar masyarakat sudah menyerah pada stigma, Daeng Uci dan rekan-rekannya justru mengambil jalan berliku untuk membuktikan bahwa kebangkitan adalah mungkin.
“Apa yang tidak membunuh kita, justru akan menguatkan. Dan itu yang kami rasakan di sini. Padepokan ini masih hidup, masih bergerak, dan akan terus menanamkan nilai-nilai positif kepada generasi berikutnya,” pungkasnya.
Padepokan Dimas Kanjeng mungkin bukan lembaga pendidikan formal. Tapi di tempat ini, mimpi ditanamkan, semangat dipupuk, dan mental dibentuk dengan fondasi kuat untuk menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka. Sebuah visi Indonesia Emas 2045 yang, bagi Daeng Uci, dimulai dari teater kecil, baris-berbaris, mempersiapkan mereka menjadi pemimpin masa depan (future leader).
“Anak-anak ini adalah benih masa depan. Kalau kita tanam dengan cinta dan harapan, mereka akan tumbuh jadi pohon-pohon kebanggaan bangsa,” tutupnya.