Inpopedia, Kota Cilegon — Program pemberdayaan masyarakat Kampoeng Programming memasuki usia satu tahun. Kegiatan ini berawal dari inisiatif sederhana untuk membuka akses belajar teknologi bagi warga Lebak Denok, program ini kini berkembang menjadi gerakan pendidikan berbasis gotong royong yang melibatkan berbagai unsur masyarakat, pemerintah, akademisi, dan dunia usaha.
Kampoeng Programming lahir tanpa fasilitas mewah atau anggaran besar. Seluruh kegiatan berjalan dari dukungan warga, tenaga sukarela, hingga penggunaan rumah warga dan pos ronda sebagai ruang belajar. “Sen demi sen” dukungan—baik uang, waktu, maupun tenaga—menjadi fondasi yang membuat program ini dapat terus berjalan.
Jaringan kolaborasi semakin menguat. Tokoh-tokoh daerah memberikan dukungan signifikan, di antaranya:
H. Sokhidin, S.H., Wakil Ketua I DPRD Kota Cilegon, yang memfasilitasi kebutuhan pembelajaran dan memberikan dukungan moral.
Annisa M.A. Mahesa, S.E., B.Com, anggota DPR RI, yang mensupport 10 laptop untuk kegiatan belajar dan bersedia menjadi mentor tamu.
Lurah Lebak Denok, Nur Cholis, S.E., yang sejak awal menyediakan ruang, dukungan penuh, serta memberikan legitimasi bagi kegiatan pemberdayaan warga.
Dukungan juga datang dari sejumlah kampus, seperti Politeknik Industri Petrokimia Banten, Unbaja, STAK Cilegon, POLGRI Banten, UNIVAL, UNTIRTA, UNJANI, hingga Purdue University USA. Media AWPI dan AsMEN turut membantu penyebaran informasi agar semangat gerakan ini tersampaikan ke publik.
Kampoeng Programming tidak hanya mengajarkan coding, desain, dan literasi digital. Program bahasa asing justru menjadi salah satu kelas paling diminati.
Saat ini, warga dapat mengikuti:
Bahasa Korea, diajar oleh Mr. Kim Chang Su dan Oeuni.Maya.
Bahasa Mandarin, dipandu Laoshi Linda, relevan dengan kebutuhan kerja di kawasan industri Cilegon.
Bahasa Inggris, oleh Ms. Adelyne, sebagai bekal pendidikan, karier, dan kebutuhan digital.
Hampir seluruh kelas diberikan dengan biaya sangat terjangkau bahkan gratis, sehingga membuka akses pendidikan yang sebelumnya sulit dijangkau warga.
Melahirkan Banyak Kisah Perubahan
Selama satu tahun, program ini melahirkan sejumlah capaian nyata:
Anak-anak yang awalnya belum bisa mengetik, kini mampu membuat website sederhana.
Ibu rumah tangga mulai memahami teknologi dan bisa memaksimalkan penjualan daring.
Remaja yang sebelumnya kebingungan mencari arah, kini belajar desain, editing, coding, hingga bahasa asing dan mulai membangun impian baru.
Meski berkembang, berbagai keterbatasan masih menjadi tantangan: laptop masih kurang, wifi belum stabil, fasilitas belajar tidak memadai, hingga kebutuhan dasar seperti air minum dan snack untuk peserta sering belum tersedia. Namun semangat gotong royong membuat aktivitas tetap berjalan.
Kampoeng Programming kini menjadi simbol bahwa perubahan dapat lahir dari langkah kecil dan kerja bersama masyarakat akar rumput. Ke depan, program ini menargetkan ruang belajar yang lebih layak, peralatan yang memadai, kurikulum lebih terstruktur, serta menjangkau lebih banyak warga.
Kampoeng Programming menandai satu tahun perjalanan sebagai gerakan pendidikan yang tumbuh dari masyarakat, untuk masyarakat. Sebuah bukti bahwa ketika kolaborasi berjalan, tidak ada mimpi yang terlalu kecil untuk diwujudkan.***

















