Inpopedia, Makassar – PPP Provinsi Sulawesi Selatan melalui Wakil Ketua Bidang Hukum dan Ham menyampaikan protes terhadap pemberitaan yang ditayangkan oleh Trans7 karena dianggap menampilkan narasi yang tidak berimbang dan berpotensi merendahkan martabat pesantren serta para kiai sepuh.
Tayangan tersebut dinilai membentuk persepsi keliru di tengah masyarakat dengan menggambarkan kehidupan pesantren secara implisit, sensasional, dan jauh dari realitas keseharian santri yang sesungguhnya.
Wakil Ketua DPW PPP Sulawesi Selatan Muallim Bahar, SH menegaskan bahwa permasalahan ini bukan terletak pada satu potongan ucapan semata, melainkan pada pola narasi keseluruhan yang mengandung bias terhadap dunia pesantren.
Trans7 membingkai isu ini menunjukkan kurangnya pemahaman dan empati terhadap kultur pesantren. Pesantren bukan sekadar institusi pendidikan, tapi ruang pembentukan akhlak dan moral bangsa yang seharusnya dihormati
Menurutnya, pemberitaan tersebut telah melukai perasaan jutaan santri dan alumni pesantren di seluruh Indonesia. Muallim juga Alumni Pesantren Sultan Hasanuddin menilai, sebagai media nasional, Trans7 seharusnya memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga kepekaan dalam menayangkan isu- isu yang berkaitan dengan agama dan simbol keulamaan
Tayangan “Merendahkan Kiai Sepuh Wakil Ketua DPW PPP Sulawesi Selatan Bidang Hukum dan HAM “Muallim Bahar” menyampaikan protes terhadap pemberitaan yang ditayangkan oleh Trans7 karena dianggap menampilkan narasi yang tidak berimbang dan berpotensi merendahkan martabat pesantren serta para kiai sepuh.
Wakil Ketua DPW PPP Sulsel sekaligus Santri asal Sultan Hasanuddin Gowa menegaskan bahwa permasalahan ini bukan terletak pada satu potongan ucapan semata, melainkan pada pola narasi keseluruhan yang mengandung bias terhadap dunia pesantren.
“Cara Trans7 membingkai isu ini menunjukkan kurangnya pemahaman dan empati terhadap kultur pesantren. Pesantren bukan sekadar institusi pendidikan, tapi ruang pembentukan akhlak dan moral bangsa yang seharusnya dihormati,” tegas Muallim Bahar, SH. Menurutnya, pemberitaan tersebut telah melukai perasaan jutaan santri dan alumni pesantren di seluruh Indonesia. PPP menilai, sebagai media nasional, Trans7 seharusnya memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga kepekaan dalam menayangkan isu- isu yang berkaitan dengan agama dan simbol keulamaan.
“Kritik terhadap pesantren bukan hal yang tabu. Tapi bila dikemas tanpa empati dan tanpa pemahaman atas nilai yang hidup di dalamnya, hasilnya bukan edukasi, melainkan stigmatisasi,” lanjutnya. Wakil Ketua DPW PPP Sulsel mendesak agar Trans7 segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat pesantren, khususnya kepada para kiai sepuh yang disebut atau tersinggung oleh pemberitaan tersebut. PPP juga mengimbau agar redaksi Trans7 melakukan evaluasi menyeluruh terhadap cara kerja dan pendekatan jurnalistiknya, agar tidak lagi menimbulkan keresahan publik akibat kelalaian dalam membaca konteks budaya dan keagamaan. Sebagai partai yang lahir dari rahim pesantren, PPP menilai penting bagi media untuk memelihara empati dan kehati-hatian dalam setiap pemberitaan. “Kita perlu mengembalikan etika dalam ruang publik. Media dan pesantren semestinya menjadi mitra dalam mencerdaskan bangsa — bukan saling melukai,