Inpopedia, Jakarta, 30 Juni 2025 — Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan sidang terkait uji materiil Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 pada hari Senin (30/6), dengan agenda mendengar penjelasan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden Republik Indonesia sebagai pihak terkait.
Kasus yang terdaftar dengan Nomor 37/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA), yang menggugat Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (2) dari UU Hak Cipta. KLaSIKA menghadirkan tim pengacara yang terdiri dari Fredrik J. Pinakunary, David Surya, Rien Uthami Dewi, Wide Afriandy, Mariani Anggreni, Fauzi Nugraha, dan Bima Harits Kurniawan.
Dari DPR RI, hadir memberikan penjelasan adalah Anggota Komisi III, Dr. I Wayan Sudirta, S. H. , M. H. Sementara itu, dari pihak pemerintah, hadir Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Ir. Razilu, M. Si.
Dalam keterangannya, KLaSIKA menegaskan bahwa mereka sepakat dengan pernyataan pihak termohon bahwa tanggung jawab pembayaran royalti seharusnya berada pada penyelenggara acara, bukan para penyanyi. Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa penyanyi yang tidak bertindak sebagai penyelenggara acara—seperti klien mereka dari grup T KOOS Band dan Sartje Sylvia—tidak dibebani kewajiban membayar royalti secara langsung.
“Klien kami hanya bertindak sebagai penyanyi yang diundang, bukan sebagai penyelenggara. Oleh karena itu, tidak seharusnya mereka diwajibkan untuk membayar royalti kepada pencipta lagu. Kewajiban itu mestinya ada pada penyelenggara acara,” jelas Fredrik Pinakunary mewakili KLaSIKA.
Dalam sidang, tim kuasa hukum menghargai tanggapan dari para Hakim Konstitusi yang mempertanyakan, “Apakah ahli waris pencipta memiliki hak untuk melarang band tertentu seperti T KOOS Band menyanyikan lagu-lagu dari band legendaris seperti Koes Plus, jika royalti kepada pemegang hak telah dibayarkan oleh penyelenggara kepada LMK/LMKM? ”
“Apa dasar hukum yang mendasari larangan dari ahli waris? ”
Tim hukum menilai pertanyaan ini penting karena mencerminkan kekhawatiran banyak penyanyi yang dilarang tampil tanpa penjelasan hukum yang jelas.
KLaSIKA juga berharap Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan permohonan mereka, termasuk permintaan penghapusan sanksi pidana dalam Pasal 113 ayat (2). “Kami menghargai pandangan Hakim Konstitusi bahwa Mahkamah memiliki wewenang untuk mendekriminalisasi peraturan yang menciptakan ketidakadilan,” tutup Fredrik Pinakunary.
Sidang selanjutnya dijadwalkan pada hari Kamis, 10 Juli 2025. *