Inpopedia, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tengah mempersiapkan langkah strategis untuk penyelenggaraan kesehatan ibadah haji tahun 1446H/2025M, dengan mengedepankan konsep “Haji Ramah Lansia dan Disabilitas”. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh data kesehatan jemaah haji Indonesia pada musim haji 2023 dan 2024 yang menunjukkan dominasi jemaah lanjut usia (lansia) berusia di atas 60 tahun, dengan proporsi 44% pada tahun 2023 dan 37% pada tahun 2024. Selain itu, mayoritas jemaah haji tahun 2024 memiliki riwayat penyakit penyerta (komorbid) yang mencapai 73%.
Kepala Pusat Kesehatan Haji, Liliek Marhaendro Susilo, mengungkapkan bahwa tren penyakit penyerta pada jemaah haji Indonesia cenderung stabil dari tahun ke tahun, dengan angka sekitar 72%. Dalam Bimbingan Teknis Terintegrasi Tenaga PPIH Arab Saudi Tahun 1446H/2025M di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta (16/4), Liliek menyoroti bahwa pneumonia dan serangan jantung tetap menjadi risiko kesehatan utama bagi jemaah di Arab Saudi, berdasarkan data periode 2018-2024 (tidak termasuk masa pandemi COVID-19).
Data pelayanan kesehatan kloter tahun 2023-2024 juga mencatat tingginya kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), serta peningkatan kewaspadaan terhadap pneumonia, terutama pada jemaah lansia dan dengan komorbid. Lebih lanjut, data hingga H-73 penyelenggaraan Haji 2024 mencatat 461 jemaah wafat, di mana penyakit jantung menjadi penyebab utama kematian (37,9%), dan 80,5% dari total kematian dialami oleh jemaah berusia 60 tahun ke atas.
Menyikapi kondisi tersebut, Kemenkes menetapkan empat kebijakan strategis untuk meningkatkan pelayanan kesehatan haji tahun 2025 yang berfokus pada lansia dan disabilitas.
Kebijakan pertama adalah penguatan pembinaan kesehatan jemaah haji sejak masa tunggu. Langkah ini meliputi skrining kesehatan, pembinaan terintegrasi lintas program di Kemenkes, penyediaan materi standar pembinaan di Indonesia dan Arab Saudi, serta kerjasama lintas sektor, organisasi profesi, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), dan organisasi masyarakat lainnya.
Kebijakan kedua adalah standardisasi dan penguatan pemeriksaan kesehatan jemaah haji sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 01. 07/MENKES/508/2024. Upaya ini akan dilakukan melalui peningkatan kapasitas dan sertifikasi tim pemeriksa kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta penguatan penetapan status istitaah kesehatan haji dalam Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat dan Siskohatkes).
Kebijakan ketiga adalah pengembangan Siskohatkes melalui integrasi dengan platform Satu Sehat. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi riwayat kesehatan jemaah haji melalui Rekam Medik Elektronik (RME) dan mengintegrasikannya dengan International Patient Summary agar fasilitas kesehatan di Arab Saudi dapat mengakses data kesehatan jemaah. Pengembangan ini juga mencakup peningkatan fungsi Siskohatkes dalam menetapkan status istitaah kesehatan jemaah haji.
Kebijakan strategis terakhir adalah penguatan pelayanan kesehatan haji di Arab Saudi. Langkah ini akan diwujudkan melalui penguatan peran pos kesehatan satelit di setiap hotel di Makkah, penempatan dokter spesialis dan tenaga promosi kesehatan di setiap sektor, serta pengadaan alat kesehatan seperti X-Ray Mobile, Ekokardiogram, Elektrokardiogram, dan Sanitasi Kit untuk meningkatkan kualitas layanan di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI). (Rojakul)