banner 970x250

Pimpinan Pesantren di Kota Bekasi Tanggapi Kebijakan Gubernur KDM tentang Penghapusan Dana Hibah

banner 120x600
banner 468x60

Inpopedia, Kota Bekasi — Sejumlah kebijakan terbaru Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), yang menyasar sektor pendidikan keagamaan, khususnya pondok pesantren dan madrasah, memicu beragam reaksi dari para pengasuh ponpes dan madrasah di wilayah tersebut.

Salah satu kebijakan yang menuai sorotan adalah penghapusan dana hibah bagi pondok pesantren dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat.

Banyak kalangan pesantren menilai kebijakan ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Namun, tidak semua pengasuh pondok pesantren memprotes keras kebijakan tersebut. Sebagian memilih bersikap tenang dan melakukan introspeksi diri. Salah satunya adalah Dr. KH. Muhammad Aiz, SH., MH., pimpinan Pondok Pesantren Ma’had Annida Al Islamy Bekasi Timur yang sekaligus Direktur LPKU Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi.

Saat hadir di Podcast Asistensi Media Nasional (AsMEN) di Kota Bekasi, Rabu, 23 Juli 2025, KH Aiz menegaskan bahwa pesantren yang diasuhnya tidak terdampak langsung oleh kebijakan Gubernur KDM karena sejak awal tidak pernah menerima dana hibah dari  pemerintah Jawa Barat.

“Pesantren kami memegang prinsip kemandirian. Kami terbiasa tidak dibantu secara finansial, sehingga tidak tergantung pada bantuan siapa pun,” ujarnya.

Meski demikian, ia tidak menampik bahwa selama ini ada bentuk dukungan lain dari pemerintah, baik tingkat kota maupun provinsi, dalam seperti program pemberdayaan atau stimulan pada produk usaha pesantren, bukan hibah langsung.

“Gubernur sebelumnya pernah menyalurkan program usaha untuk kemandirian pesantren, dan itu cukup membantu,” tambahnya.

Terkait kebijakan KDM yang menaikkan kuota rombongan belajar di sekolah negeri, KH Aiz menilai langkah tersebut berpotensi mengurangi jumlah siswa di sekolah swasta, termasuk pesantren dan madrasah. Ia mengusulkan agar kebijakan itu bersifat selektif dan mempertimbangkan kondisi demografis tiap daerah.

“Kalau diterapkan di daerah padat seperti Bandung atau Bogor, mungkin tepat. Tapi di Kota Bekasi, harus dilihat lagi konteksnya,” katanya.

Mantan Komisioner BAZNAS Kota Bekasi ini juga mengingatkan pentingnya peran pesantren dan madrasah dalam menjaga keharmonisan dan kerukunan di Kota Bekasi, yang dikenal sebagai salah satu kota paling heterogen di Indonesia.

“Pesantren ikut membangun karakter bangsa. Nilai-nilai kebangsaan, nasionalisme, dan kemandirian sudah ditanamkan sejak dini di lingkungan kami,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa nasionalisme pesantren tidak perlu diragukan. “Hubbul wathan minal iman—cinta Tanah Air adalah bagian dari iman. Itu prinsip yang kami pegang,” tegasnya.

KH Aiz juga mendukung penuh upaya Pemerintah Kota Bekasi dalam meraih predikat sebagai Kota Paling Toleran dan Harmonis di Indonesia. Menurutnya, hal itu hanya bisa tercapai jika semua elemen—pemerintah, ormas, dan institusi keagamaan—terlibat secara aktif.

“Semua harus bergerak bersama. Kota Bekasi bisa menjadi contoh harmoni sosial yang nyata, dan pesantren siap berada di garis depan untuk itu,” pungkasnya.**”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *