banner 970x250
Daerah  

Buruh Kepung Pemkab Bekasi, Tuntut Upah Layak dan Pengadilan Hubungan Industrial

banner 120x600
banner 468x60

Inpopedia, Kabupaten Bekasi, 26 September 2025 – Ribuan buruh dari berbagai kawasan industri di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi. Massa yang tergabung dalam puluhan serikat pekerja itu datang dengan tujuan utama memperjuangkan hak kerja dan kehidupan yang layak.

Aksi tersebut sekaligus menjadi bentuk pengawalan terhadap sidang perdana Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi yang akan menentukan besaran upah minimum tahun 2026. Para buruh menegaskan bahwa perjuangan mereka dilakukan secara damai melalui aksi unjuk rasa serta audiensi dengan pemerintah daerah.

Koordinator Aliansi Persatuan Pekerja dan Rakyat (Perak) sekaligus Ketua DPC Federasi Perjuangan Buruh Indonesia, Herman Susanto, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan awal dari perjuangan panjang para buruh.

“Ini sebagai awal perjuangan dalam penentuan upah 2026 sekaligus menyampaikan kabar bahwa situasi ketenagakerjaan di Indonesia masih harus diperjuangkan karena buruh belum juga mendapatkan kerja layak dan hidup layak,” ujar Herman di Cikarang, Kamis.

Menurutnya, kualitas kesejahteraan buruh terus mengalami penurunan. Tidak hanya itu, ketidakpastian kerja semakin nyata terlihat dari berbagai aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja, terutama terkait kebijakan pengupahan.

Ia menilai pemerintah belum sepenuhnya siap dalam merumuskan konsep upah buruh di Indonesia. Hal itu ditandai dengan dua kali perubahan dasar perhitungan sejak Undang-Undang Cipta Kerja disahkan.

Perubahan tersebut mencakup penghapusan variabel kebutuhan hidup layak sebagai basis perhitungan upah. Sebagai gantinya, pemerintah menggunakan formula baru yang hasilnya dianggap merugikan buruh karena kenaikan upah tidak pernah melebihi delapan persen.

Herman mencontohkan kondisi di Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2024, upah hanya naik sebesar satu persen. Memang pada tahun 2025 kenaikan mencapai 6,5 persen, tetapi angka tersebut masih jauh di bawah rata-rata kenaikan upah sebelum diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja.

“Sementara pada tahun-tahun sebelumnya, sebelum undang-undang cipta karya beserta turunannya ditetapkan, kenaikan upah buruh di Kabupaten Bekasi rata-rata di atas 10 persen. Artinya, kualitas upah semakin menurun,” kata Herman.

Ia menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan terkait perubahan pasal dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam putusan tersebut, komponen upah seharusnya kembali memasukkan kebutuhan hidup layak dengan mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu.

“Oleh karena itu berdasarkan hasil tim upah Aliansi Perak, kenaikan upah seharusnya 15 persen di tahun 2026,” ungkapnya.

Selain persoalan upah, massa buruh juga membawa sejumlah tuntutan lain. Ketua Umum Federasi Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh sekaligus Presidium Aliansi Perak, Solikhin Suprihono, menekankan pentingnya kehadiran Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Kabupaten Bekasi.

“Kami meminta surat pernyataan kesanggupan menyiapkan lahan untuk PHI dari Bupati Bekasi dikirim ke Presiden, Mahkamah Agung, DPR RI, dan Menteri Ketenagakerjaan. Lalu surat usulan PHI dari Bupati Bekasi dan Gubernur Jawa Barat serta surat permohonan Keputusan Presiden terkait pembentukan PHI di Kabupaten Bekasi,” ujar Solikhin.

Ia menjelaskan, keberadaan PHI di Bekasi sangat penting mengingat wilayah ini merupakan salah satu pusat industri terbesar di Indonesia. Selama ini, buruh yang ingin memperjuangkan keadilan hubungan industrial harus pergi ke Bandung dengan biaya yang tinggi.

Selain itu, massa aksi juga mendesak Pemkab Bekasi untuk segera membuat Peraturan Bupati mengenai pemagangan dan jaminan sosial. Aturan tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih kuat kepada pekerja magang serta menjamin kepastian akses terhadap program jaminan sosial.

Para buruh juga meminta Menteri Ketenagakerjaan mengembalikan kewenangan pengawasan ketenagakerjaan dari pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten. Hal ini dianggap penting untuk mempercepat penanganan berbagai persoalan di lapangan.

“Kepastian pengangkatan pekerja tetap juga menjadi persoalan bagi buruh, kini bahkan semua jenis pekerjaan bisa dialihdayakan. Marak praktik percaloan berkedok yayasan atau lembaga pelatihan kerja membuat buruh kembali menjadi korban,” kata Solikhin.

Ia menambahkan, praktik-praktik semacam itu semakin menekan buruh yang seharusnya mendapatkan kepastian kerja. Menurutnya, kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan karena bertentangan dengan prinsip keadilan sosial dan hak pekerja.

Aksi ribuan buruh di Kabupaten Bekasi ini berlangsung tertib meski dipenuhi teriakan yel-yel perjuangan. Massa menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai tuntutan terpenuhi, khususnya soal upah layak, kepastian kerja, dan keadilan industrial.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *